artikel

[Artikel][threecolumns]

ruparupa

[RupaRupa][grids]

lontar

[Lontar][twocolumns]

Maulid, Wahyu, dan Tajdid Nahwu



Kamu tiba di sekretariat. Kamu tiba di sekretariat lebih awal. Kamu tiba di sekretariat lebih awal sebelum magrib mengambang. Kamu tiba di sekretariat lebih awal sebelum magrib mengambang untuk mandi, salat dan bercengkrama dengan penghuninya. 

Hawa dingin yang seharusnya merambat dan merembes Kairo ternyata hanya angin-anginan saja. Buktinya Gamik masih diberi keleluasaan menerima pancaran hangat mentari dan udara tidak kelewat beringsang. Sejuk , lindap, belum kaku apalagi beku. Tidak seperti musim-musim sebelumnya, November tahun ini cuaca dan suhu dinginnya bisa berbolak-balik. Mana suka. Beberapa orang memang terlihat menggunakan jaket. Namun, yang berjenis tebal masih banyak bergantungan pada hanger. 

Selasa itu adalah hari Maulid Nabi Muhammad saw. Semoga damai selalu menyertai makhluk seluruh alam. Al-Azhar sudah jauh-jauh hari merayakannya dengan pembacaan kitab as-Syifa fi Huquqil Mustofa setiap Sabtu, Selasa dan Kamis seusai salat Asar. Beberapa halkah dan majelis menghidupi bulan Rabiul Anwar seraya berselawat dan berkasidah, lengkap dengan riuh rendah tetabuan dan hiruk pikuk nada sumbang.

Kenyataan adalah sesuatu yang mencegah Wahyu Musyafi, Shovia Zakia dan Binti Rahmawati datang tepat waktu. Menurut perhitungan mereka, hari itu bus 80 Coret tetap beroperasi normal (Asyir-Darrasa dan sebaliknya). Namun, mendadak beringsut menuju kelangkaan. Seperti hilangnya papan tulis (bor) hitam dan kapur putih di kelas-kelas sekolah.

Dalam sebuah riwayat, Nabi bersyukur atas kelahiran beliau sendiri. Merujuk Sahih Muslim, Beliau saw. mensyukurinya dengan berpuasa. Sedangkan kamu dan Misykatian, memfestivalkan kelahiran-nya dengan cara berbeda, mengacu para sesepuh sungguh Misykati-esque: duduk berhalkah dan saling silang pendapat dan berdialektika.

...
Pada kesempatan kali ini giliran Wahyu Musyafi, lelaki jatmika asal Cilongok (sebuah desa terpencil di Banyumas mendapat peran menyampaikan makalah dengan judul Tajdid Nahwu; Urgensi dan Kontroversi. Tak tanggung-tanggung doi memilih Furqon KH mantan kepala sekolah SMW periode 2016-2018 sebagai mentor. Wagelaseh ... Binti bertindak selaku moderator memandu acara ini dan mempersilakan pemateri.

Dengan kaos yang dibungkus jaket hitam, rambut disisir rapi, dan kumis dibiarkan apa adanya,  doi secara ringkas menjelaskannya. Agak lancar dan sedikit grogi laiknya bayi yang mengompol. Harus kelar dan keluar sekarang,  tidak bisa ditunda sama sekali.

Dalam pelacakannya doi mengajukan teori bahwa Ilmu Nahwu sudah dianggap matang dan selesai pada abad ke-4 H. Lambat laun, seiring waktu banyak kesalahan-kesalahan yang terjadi (wabah lahn) dalam tata bahasa. Ditambah dengan susah dan rumitnya ilmu ini untuk dipelajari. Berlatar belakang ihwal di atas, usaha sebagian ulama dalam mengocok ulang agar materi nahwu menjadi lunak dan ringan tampak mendapat lampu hijau. Tergantung fokus yang ditujukan oleh masing-masing tokoh.

Dua ratus tahun kemudian ada tiga ahli nahwu yang mencoba menyederhanakan Ilmu Nahwu, di antaranya Ibn Jinni, Ibn Rusyd, dan Ibn Madha, kata Wahyu sambil memandang ke arah kiri. Melihat adik kelas perempuan yang baru saja datang belum genap 24 jam. Tentu saja yang ditatap malu-malu kucing untuk menatap balik. Mantap betul.

Ibn Jinni berkonsentrasi penuh dalam bagian menghapus ilat karena dianggap terlalu rumit, tuturnya sembari memegang gagang gelas. Mengangkat dan menyesap baunya. Itu adalah wangi teh khas Indonesia.

Dalam satu gerakan kilat, bibir gelas sudah menempel pada bibirnya. Tsruuupp ... air teh membasahi kerongkongannya. Di kitab adl-Dlaruri fi an-Nahwi karangan Ibn Rusyd, beliau hanya mengatur ulang bab-bab pada Ilmu Nahwu, lanjutnya.

Seusai menempatkan bokong gelas pada meja di hadapannya, doi berujar  Sedangkan Ibn Madha selain menata ulang materi Ilmu Nahwu, juga menambah dan membuang beberapa materi yang tidak diperlukan.

Meneroka dalam kurun abad ke-6 sampai akhir abad ke-13 atau abad ke-4 Hijriah, Ilmu Nahwu disusun ulang dan dirombak materinya, bahkan dibuang akhir harakatnya oleh sebagian ulama. Masa itu, mereka menyigi setiap sisi lipatan sejarah, terutama dua warna dominan dalam satu cekungan palet Ilmu Nahwu yaitu warna Kufah dan Basrah. Mereka juga mengukur dan menimbang batu bata agar rekonstruksi Nahwu  tampil sesuai masanya.

Setelah hampir 800 tahun tidak terjamah, wacana rekonstruksi mencuat kembali pada awal abad ke-14 Hijriah atau abad ke-20 Masehi. Diprakarsai oleh Dr. Syauqi Dhaif dalam bukunya Tajdid an-Nahwi, Dr. Ibrahim Musthofa, Qosim Amin, dan lain-lainnya. Wacana ini mendapat sambutan di satu pihak dan di sisi yang lain ramai-ramai mengerek bendera ketidaksetujuan.

Perselisihan yang ada bukan semata persoalan wacana rekonstruksi. Melainkan menyasar pada substansi berupa pembuangan dan pergantian beberapa kaidah penting dalam Ilmu Nahwu. Ulama Al-Azhar diwakili oleh Dr. Muhammad Muhammad Husein dan Dr. Muhammad Irfah secara terang benderang menolak ide ini. Karena sebuah kaidah dirumuskan dan ditatah dari proses panjang pengumpulan semua syahid baik dari Alquran, Hadis maupun syair.

Arkian, pemateri sendiri dalam pusar tengkarah tersebut lebih condong kepada pendapat Sattar Aid. Dinukil dari tesisnya an-Nahwu al-Araby wa Qadiyyat at-Tajdid wa at-Taisir Fihi mensyaratkan bahwa lingkup tajdid (pembaruan) dan taysir (penyederhanaan) dibagi menjadi dua: 1. Metode penyajian dan pengajaran 2. Kaidah-kaidah. Dengan tanpa mengusik ranah nomor dua dan hanya mengotak-atik atau membungkus nomor satu dengan saturasi yang lebih baik dan menjanjikan.

Dengan begitu,  pembaharuan ini akan menjadi wajah yang pas dan sistematis. Seayun seirama semangat anak zaman. Sonder membuat migrain sonder menghilangkan ruh dari Nahwu sendiri.  Berharap menjadi kudapan para pelajar.

Amabakdu, Binti Rahmawati meminta beberapa penanya menggali apa-apa yang masih kurang dipahami. Kadang adu sikut pemikiran terjadi. Bisa jadi, kamu mencerna sesi tanya jawab dan diskusi secara samar-samar karena itu.

Umpan lambung pertanyaan datang dari Wahyudin dapat ditangkap oleh Musyafi. Beberapa menit berselang, tendangan keras gagasannya Tebe hampir membahayakan gawang. Sayang, Musyafi menguis bola pendapatnya dengan satu tangan. Bola muntah lalu disambar Arina Grande (?), hanya saja sepakannya terlalu lemah. Hari itu Musyafi berlaga bak Ter Stegen ketimbang Gigi Donnaruma. Walaupun AC Milan dan Barcelona adalah dua kesebelasan yang kelewat disukainya. Pertandingan berakhir. Musyafi bisa bernapas lega, hanya satu pertanyaan yang bersarang di gawangnya. Buku apa yang merepresentasikan tajdid ideal ?

...
Keesokan harinya, kamu membuka Facebook. Menggulirkan layar gawai. Sambil berbangkis-bangkis kamu singgah di beranda Misykati. Sebuah akun bernama Mbah Suke mengomentari. La mbakyo ngono to le musyafi.

Mbah Suke adalah Mbah Suke. Guru kamu. Nama panjangnya Sukemi. Kamu menafsirinya semacam bentuk keprihatinan. Kalimat tersebut seperti semprotan pemadam kebakaran. Menginjeksi sedikit-sedikit, menyembur perlahan-lahan untuk kemudian menggelontor semangat ke dalam diri. Apalagi mendekati musim ujian. Apa tidak penat menggantang asap ?  



Ketika sudah berlari, jangan pernah lupa kenapa pertama kali belajar berjalan. Berseliwer kalimat tersebut di lini masa kamu sesaat sebelum tulisan ini jadi.

Kamu membayangkan setelah tulisan ini tayang di web, kelak sebuah akun bernama Kepik Gendut membalas komentar Mbah Suke. "Nyuwun pangestunipun ustad 🙏 mugi istiqomah anggenipun jihad ngangsu ilmu lan kaweruh".

 Untuk mbah Sukemi, Pak Mundzir Fatah, dan guru-guru yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Baik masih di asrama maupun   tidak ... Al Fatihah!!!












Ayatullah El Haqqi
Pemuda ini lahir di daerah penghasil tembakau, tetapi tidak suka merokok. Kali pertama datang ke Mesir diajak ludrukan dan dibaiat dengan nama “Supri” di lapangan futsal. Kata teman-teman ia sangat pendiam. Hafal Pancasila dan tepuk pramuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar