Surat untuk Ramadan
Selamat
Lebaran.
Surat ini kami tulis atas kesadaran kami bahwa di
hari Lebaran, kau termasuk makhluk yang patut kami ucapkan terima kasih dan dimintai
maaf sebelum makhluk yang lain.
Kami
mengucapkan banyak terimakasih karena telah hadir kembali di antara kami, dan
juga telah menyambangi setiap rumah di muka bumi lalu mengajarkan arti kesetaraan
sehingga kami bisa merasakan bagaimana hidup seperti mereka yang berada di
bawah garis kemapanan atau sulit mendapatkan pekerjaan. Setelah kau mengajari
bagaimana rasanya menjadi mereka, kau mengajari kami bagaimana berbuat baik
dengan mereka.
Kami benar-benar
bahagia atas kehadiranmu. Menyambutmu dengan bahagia lalu menjalankan titah
Tuhan selama kehadiranmu adalah suatu kebanggaan bagi kami laiknya kaum Anshor
yang menyambut Nabi dan kaum Muhajirin di Yatsrib dengan gubahan syair Sholawat
Badarnya. Sebagaimana ada juga sebagian dari kami yang menyambutmu dengan lagu meskipun
sekedar embel-embel menarik popularitas band atau menjadikannya sebagai backsound
pariwara di televisi.
Banyak
sekali perbedaan yang kami rasakan di hari-hari kehadiranmu: semangat
menghatamkan Qur’an, sembahyang tarawih, juga berbagi kepada sesama. Kami tidak
yakin semangat itu akan timbul di bulan-bulan selainmu.
Sayangnya,
banyak dari kami yang lupa untuk meminta maaf padamu di hari Lebaran. Bahkan
kepergianmu kadang dikaburkan dengan menyebut hari Lebaran adalah hari
kemenangan. Jika menang yang dimaksud di sini adalah menahan makan, minum, dan
bersenggama, kami patut merasa menang. Tapi soal amarah?
Ada sebagian
dari kami yang rela marah-marah di siang hari, mengobrak-abrik segala sesuatu yang
sekiranya mengganggu ibadah puasa seperti satpol PP yang marah-marah,
menggerebek, lalu menyita semua barang dagangan bu Saeni dengan dilandasi Perda
Banten. Padahal amarah termasuk yang harus ditahan ketika puasa.
Pasti
kau sedih mendengar ini dan bertanya-tanya: mengapa ini terjadi ketika kau
hadir? Dan apakah berkah dan kemuliaan dari Tuhan yang engkau sajikan kepada
kami hanya sebatas basa-basi dan tak berdampak apa-apa pada mereka yang engkau
kunjungi?
Suatu
ketika kawan kami di Bali menceritakan pengalamannya selama bulan puasa di sana
bahwa umat Hindu benar-benar menghormati ibadah puasa umat Muslim. Mereka tidak
berani makan di depan umat Muslim yang sedang berpuasa, bahkan ada yang ikut
berpuasa. Anak dari kawan saya ini malah sempat berpidato tentang toleransi
antarumat di bulan Ramadan.
Kau
tahu, umat Muslim di sana begitu menghargai mereka yang beribadah Nyepi. Seperti
hubungan timbal balik. Menghormati lalu dihormati. Umat Muslim di Bali tidak
membuat kegaduhan, tidak membuka toko, bahkan ada yang tidak keluar rumah dalam
sehari demi menghargai mereka yang ngibadah Nyepi.
Menurut
kami hari Lebaran adalah saat di mana kami harus benar-benar introspeksi diri,
bisakah kami menumbuhkan semangat beribadah setelah kepergianmu sebagaimana
semangat beribadah ketika hari kehadiranmu, dan bagaimana caranya agar jangan
sampai semangat ini memudar ketika kau pergi.
Selamat hari
raya, mohon maaf lahir batin.
Dari kami, yang menunggumu kembali.
Labels
Artikel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar