Kajian Tasawuf dan Milal Wa Nihal Bersama Pakarnya
Sudah
menjadi rutinan Misykati Mesir untuk mengadakan kajian mingguan setiap Selasa
sore. Namun, pada kesempatan kali ini bisa dibilang berbeda dari pertemuan
biasanya. Kajian kali ini langsung dipimpin oleh saudara H. Musabiq Habibie,
Lc. –haji dan wisuda tahun ini—sebagai moderator. Sedangkan untuk presentator
kajian kali ini adalah ketua Misykati, saudara Ayatullah El-Haqqi a.k.a Supri
yang membahas mengenai MIlal wa Nihal. Juga satu lagi presentator yang
tidak kalah saing, yaitu Sang Sufi Misykati; Pandhu Dewanata yang menghadirkan
makalah bertemakan tasawuf.
Kajian
dimulai tepat setelah para Misykatian melaksanakan salat Maghrib berjamaah,
meskipun anggota yang hadir saat itu terbilang masih sedikit. Kajian dibuka
oleh moderator yang kemudian dilanjutkan sesi pertama, yaitu presentasi tema
tasawuf oleh saudara Pandhu. Dalam kesempatan kali ini, saudara Pandu
memaparkan definisi tasawuf dari segi bahasa maupun istilah, kemudian dalil
atau hujjah kebenaran tasawuf, serta objek dalam tasawuf. Saudara Pandhu
membawakan makalahnya dengan lancar dan lugas, karena mungkin ini –bisa jadi—
adalah satu bentuk dari pengalaman pribadinya.
Setelah
saudara Pandhu memaparkan makalahnya, sesi selanjutnya langsung dilanjutkan
dengan presentasi makalah oleh saudara Supri. Presentator kali ini menjelaskan
tentang konsep Milal wa Nihal
dari segi definisi—baik secara etimologi maupun terminologi—, relasi Milal wa
Nihal dengan agama, relasi antara Milal dan Nihal beserta perbedaanya, serta
menjelaskan perbedaan antara agama samawi dan agama artifisial.
Usai
para presentator menjelaskan makalahnya, moderator memberikan kesempatan bagi
para Misykatian untuk memberikan saran, kritik, dan berbagi ide terhadap bagan maupun
isi makalah. Juga memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin bertanya
mengenai makalah kepada para presentator. Pada kesempatan kali ini, pertanyaan
lebih banyak mengarah kepada saudara Pandhu yang membahas mengenai Tasawuf.
Seperti pertanyaan saudara moderator tentang ciri-ciri seorang sufi, kemudian pertanyaan
dari saudara Furqon tentang bentuk pelanggaran syariat yang dilakukan sufi,
bagaimana bisa seorang sufi bisa melanggar syariat, dan apakah ada tingkatan
tertentu sehingga seorang sufi berpotensi melanggar syariat. Menurut saudara
Pandhu, seorang sufi tidak bisa dilihat dengan kasat mata dan juga apa yang
dilakukan seorang sufi terkadang memang kurang bisa kita pahami, karena itu
semua dilakukan atas dasar “rasa”. Berbeda dengan saudara Pandhu, saudara Supri
lebih banyak menerima kritikan daripada pertanyaan. Terlebih mengenai judul
makalah–yang dirasa sebagian anggota Misykati—kurang mewakili isi makalah.
Setelah para presentator mencoba menjawab semua
pertanyaan, juga menanggapi beberapa argumen tambahan dari peserta, saudara
moderator tidak langsung menutup kafe ilmiah malam tersebut sebab menu makan
malam yang digarap Koki Nizar belum siap dihidangkan. Daripada menunggu tanpa
kepastian, saudara Wahab–yang sempat tak terlihat setelah kedatangan lima dedek
baru—berinisiatif untuk mengoreksi kesalahan penulisan ayat dalam tubuh makalah
saudara Supri. Walaupun koreksi tersebut terlihat sepele, menurut Ustad Daus
hal tersebut bisa menaikkan popularitasnya sebagai modal nyalon ketua
Misykati tahun depan. Masih jauh memang, tetapi lebih halus. Lima menit usai
mengoreksi kesalahan penulisan ayat, moderator mendapat kode satu dari Koki
Nizar yang berarti hidangan sudah siap.
Labels
Kemisykatian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar