Tamu Agung dari Indonesia, Ust. Luthfil Anshori Lc., M.A.
“Mas,
nek udud kudu ning njero kamar ora?” tanya salah satu anggota baru Misykati
kepada saya ketika mendengar bahwa Baba Luthfi akan mengunjungi sekretariat
Misykati. Bang Irung yang semenjak tadi menunggu beliau bangun tidur, setelah
beberapa lama, mulai mengirimkan kode-kode—entah apa bentuknya, tapi terkadang
dia bilang “kode satu”—bahwa sepuluh menit lagi Baba Luthfi akan menuju
sekretariat. Riuh rendah percakapan dan gurauan para anggota Misykati yang saat
itu sedang menikmati bakso buatan Ucup Zamzami tidak berubah sama sekali.
Mereka masih saja asyik masyuk dengan percakapan mereka sendiri. Namun di lain
sisi, salah satu anggota baru Misykati tadi sempat menanyakan etika merokok di
depan pembina MAPK yang pernah mengajarnya.
Saya
jawab saja, “Ning ngarep yo rapopo.” Datar. Reaksi mukanya, seperti biasa,
menekuk-nekuk.
Mungkin
akan saya jelaskan dulu mengapa Ucup Zamzami masak bakso. Rabu kemarin, kawan kita
Ahmad Musabiq Habibie—yang seringkali mengaku Nabi—kembali dari tempat kerjanya
di Mekkah. Setelah dua setengah bulan lamanya menjadi tukang parkir
transportasi darat jemaah haji Indonesia, blio pulang dengan membawa gelar Haji
dan dua koper penuh oleh-oleh. Dan pemilik modal masak-masak bakso adalah
bentuk rasa syukurnya.
Baba
Luthfi mendarat di Mesir dengan selamat pada Jumat pagi, 14 Oktober 2016,
bersama kedua temannya, Tonny Fransisca dan Ali Aulia (dosen UMY dan direktur
Mualimin Jogja). Blio adalah ayah satu anak yang dulunya merupakan anggota
Misykati. Sekarang mengajar di MAPK Solo sambil menyibukkan diri dengan S3-nya
di UIN Jogja studi Tafsir.
Setelah
alarm tamu berbunyi dan terendus para hadirin, syair “Tholaal Badru”
dinyanyikan lantang oleh para anggota Misykati yang hadir. Baba Luthfi datang
bersama salah satu dari kedua temannya, Tonny Fransisca. Para hadirin mulai
mengerubungi blio, antre menjabat tangan, lalu menyajikan dua porsi bakso.
Kedatangan
blio benar-benar membuat atmosfer Misykati serasa berbeda—bagi yang pernah blio
ajar di MAPK Solo. Norma-norma asrama menjadi sesuatu yang membuat
salah-satu-anggota-baru-Misykati tadi menanyakan hal merokok kepada saya, yang
akhirnya dia merokok dengan kehati-hatian seorang pencuri.
Setelah
blio menikmati hidangan, Bangirung membuka percakapan dengan menjadi moderator.
Dimulai dengan sambutan sumir dari ketua Misykati.
Baba
Luthfi mulai membuka percakapan tentang misi penelitian dan pencarian referensi
untuk menggarap disertasi. Penelitian ini bekerjasama dengan Canal Suez dan
dibiayai dengan beasiswa LPDP. Namun, belum ada kepastian konsep kegiatan dari
Atase Pendidikan. Meski begitu, selain ada target dari kampus, blio merancang
target pribadi sehingga kedatangannya ke Mesir menjadi terstruktur.
Dengan
waktu sekitar dua setengah bulan—hingga akhir Desember—untuk misi penelitian,
beliau menegaskan kepada para audien tentang pemanfaatan waktu, “Saya
membayangkan ketika dulu saya di sini selama 4 tahun dan membandingkan dengan
tiga bulan, pasti akan terasa berbeda. Ketika waktu itu sempit, bagaimana kita
bisa memanfaatkannya dengan baik dan maksimal.”
Inilah
tugas berat mahasiswa sekaligus perantau. Memaksimalkan waktu kuliah di
perantauan agar ketika kembali ke Indonesia tidak hanya nonton film korea atau
main civilization atau kata blio menjadi ayam yang mati di lumbung padi, namun bagaimana
kita mampu memberikan manfaat bagi masyarakat.
Selain
itu, sebagai pembina MAPK Solo, pastinya blio membawa kabar asrama yang paling
mutakhir. Dari perombakan waka kesiswaan MAPK yang sekarang dipegang oleh Ustad
Mundzir, waka kurikulum oleh Ustad Luqman, dan koordinator pembina oleh Ustad
Bimo, hingga bangunan asrama yang masih dalam tahap renovasi dan perluasan, dan
kantor guru lokal timur yang sekarang dipindah ke lokal barat.
Blio
juga membahas revitalisasi dan menghidupkan kembali MAPK di Indonesia yang
sudah mati dengan acuan MAPK Solo dan MAPK Padang Panjang yang sampai sekarang
masih hidup. Tema ini digagas di Jakarta, termasuk di dalamnya Kementrian
Agama, Bapak Luqman Hakim, direktur madrasah, Bapak Nur Kholis Setiawan, dan
Mbah Sukemi.
Untuk
menjawab pertanyaan yang mungkin tebersit di benak para hadirin tentang
keeksisan MAPK Solo blio berkata, “Saya tidak akan selamanya di Solo, termasuk
ustad Djazam dan Ustad Fahmi, mungkin kalian tau sendiri fasilitas di asrama
seperti apa, kalau sudah nikah mau ditempatkan di mana. Jadi proses regenerasi
pembina harus berkesinambungan, terutama dari para alumni,” paparnya.
Hampir
satu jam berlalu dan para hadirin yang sedari tadi menyimak dengan seksama
setiap kalimat yang blio ucapkan, yang terkadang diselingi beberapa gurauan
dari hadirin dan asap syisya yang mengepul dari ruang tengah, terlihat semakin
antusias.
Akhirnya
beliau bernostalgia kala menjadi ketua Misykati dan gebrakan baru blio, kajian kitab
turost, yang kebetulan ada ahlinya di setiap bidang keilmuan—Tafsir,
Syariah, Bahasa, Hadist, dan Akidah. Kondisi ini memungkinkan para anggota
untuk saling bertukar pengetahuan. Terlebih lagi sebagai penyeimbang
kegiatan-kegiatan yang bersifat hiburan, semisal PES atau pokeran, “Ya walaupun
cowok gak bisa nge-PES itu aib,” imbuh blio yang diteruskan tawa para hadirin.
Foto bersama Baba Luthfi |
Semoga
saja Bu Taslia tidak membaca bagian terakhir dari tulisan ini.
Labels
Kemisykatian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar